Selasa, 28 September 2010

SOSOK MANDIRI AREK NGIMBANG TAK MAU KALAH DENGAN KEADAAN

Dymas, dari ayam bakar sampai ojek motor

Minggu, 25 Juli 2010 | 09:35 wib ET
(dok. kabarbisnis.com)
SEJAK MASIH menjadi mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Brawijaya (Unibraw), Malang, anak muda bernama lengkap Dymas Tunggul Panuju ini sudah kelihatan punya talenta bisnis.

Pemenang I Wirausaha Muda Mandiri 2009 ini cerdas dan pandai melihat peluang usaha. Misalnya kegiatan mahasiswa di kampus yang punya program kerja, dia kalkulasi biaya makan mahasiswa dalam setiap kegiatan itu. Dari situ ia melihat ada kesempatan untuk menangani konsumsi makan mahasiswa.

“Hampir setiap bulan di kampus ada kegiatan. Dalam kegiatan mahasiswa itu butuh makan dan minum. Jadi setiap ada kegiatan, teman-teman mesti beli makanan dan minuman dari luar kampus. Saya pikir, kenapa nggak kita kelola sendiri saja konsumsi mahasiswa itu,” cerita dia yang membuat dirinya terinspirasi ingin berbisnis kala itu.

Berawal dari situlah Dymas memberanikan diri untuk buka usaha katering. Jenis usaha makanan yang ia pilih ayam bakar. Kebetulan saat itu di lingkungan kampus Unibraw masih jarang. “Ada rumah makan ayam bakar, tapi tempatnya di luar jauh dari kampus. Dan harganya untuk ukuran kantong mahasiswa masih terbilang mahal,” ujarnya.

Dymas yang saat itu kuliahnya baru memasuki semester tiga, mengawali usaha kateringnya itu dengan bermodalkan sendiri. Dia mutar otak, cari akal untuk bisa mendapatkan modal.

“Saya mikir, pinjam ke bank nggak bakal di kasih. Apa yang dibuat jaminan? Uang yang dikirim orang tua saya yang hanya pas-pasan untuk bayar kos-kosan dan makan, nggak mungkin cukup pakai modal,” kenang Dymas saat akan memulai usaha ayam bakarnya waktu itu.

Dymas yang malu-malu mau pinjam saudaranya itu, punya pikiran untuk mengajak sharing teman satu kosnya. Ide untuk membuka usaha ayam bakar itu ia sampaikan ke teman-teman satu kosnya. Tak disangka ide Dymas itu disambut baik oleh teman-temannya.

“Meski saya cuma butuh modal awal Rp 4,5 juta, tapi namanya mahasiswa, uang untuk kebutuhan kuliah saja diberi orang tua, ya uang segitu itu sudah banyak jumlahnya,” ujarnya.

Teman-temannya sendiri meskipun mendukung usaha Dymas, tapi untuk kebutuhan modal awal ini sifatnya memberi pinjaman. Bukan sharing modal sebagai pemilik usaha. “Ya, saya memaklumi jika teman-teman itu tak ada niatan untuk sharing kepemilikan. Mereka hanya men-support saya supaya berhasil mewujudkan impian saya buka usaha ayam bakar,” cetusnya.

Sejak dimulai usaha ayam bakar pada tahun 2006 itu, Dymas selalu kebanjiran order dari unit-unit kegiatan mahasiswa di kampus Unibraw. Maklum, harga ayam bakar olahan Dymas ini mematok harga per porsinya hanya Rp 7.500, sedangkan untuk ayam gorengnya per porsi Rp 6.500. “Untuk jenis makanan ayam bakar dengan harga segitu itu termasuk murah. Karena harga ayam bakar di rumah makan di luar kampus harganya jauh lebih mahal, ya paling murah Rp 10.000,” tutur Dymas.

Karena order setiap harinya tambah banyak, Dymas mulai berpikir nama usaha ayam bakarnya. Dari usulan nama yang diajukan temannya, tak ada yang cocok. Lalu dia yang berasal dari daerah pelosok Desa Ngimbang, Kabupaten Lamongan, dijadikan nama usahanya. “Saya kan dari anak desa. Jadi saya kepikir ingin mengangkat nama desa saya, yaitu Ngimbang. Orang tua saya dan orang di desa saya pun senang mendengar nama desa saya dibuat nama usaha. Ayam Bakar Ngimbang,” selorohnya.

Dulu, di dalam lingkungan kampus Unibraw ada satu outlet. Karena banyaknya permintaan, Dymas terus melebarkan sayap usahanya menjadi empat outlet di luar kampus. Satu di antaranya dibuka di pusat perbelanjaan kota Malang. Total sekarang ada lima outlet.

Omzet penjualan yang diraihnya pada 2007 sebesar Rp 60 juta, dengan keuntungan bersih sekitar Rp 27 juta. Pada 2008 dengan menambah empat outlet, omzetnya meningkat menjadi Rp 128 juta, dan keuntungan bersihnya Rp 75 juta. Dan pada 2009 lalu, omzet penjualannya pun terus meroket mencapai Rp 234 juta, dengan keuntungan bersih Rp 166 juta.

Tak berhenti di situ saja, Dymas yang cerdas dan pandai melihat peluang bisnis ini tidak malu-malu untuk buka usaha ojek motor. Ada beberapa sepeda motor yang jadi tukang ojeknya adalah mahasiswa. Dan satu lagi, usaha yang dirambah Dymas adalah jajan goreng ote-ote. “Semua usaha saya yang baru ini kelihatan sepele. Tapi menurut saya, income-nya cukup potensial,” tuturnya.

Lelaki lulusan Teknologi Hasil Pertanian Unibraw, yang lahir di Desa Ngimbang, Kab. Lamongan, ini terus mempertahankan citarasa ayam bakar Ngimbang-nya. Mengingat taste ayam bakar yang diolahnya sendiri itu mengundang banyak orang yang ingin menjadi mitranya.

Dia mengaku usaha Ayam Bakar Ngimbang yang dikelolanya banyak diminati investor. Mereka mengusulkan agar outlet Ayam Bakar Ngimbang dijadikan usaha franchise. Dan mereka tertarik untuk membeli hak paten nama franchise-nya.

“Ketika saya terpilih menjadi pemenang I Wirausaha Muda Mandiri (WM)2009 dari Bank Mandiri, dan saya mengikuti roadshow pameran di Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya, banyak sekali yang ingin franchise. Tapi saya bilang belum berpikir ke arah itu. Sementara ini bisa kerjasama yang bersifat kemitraan saja,” cetus Dymas.

Inovasi, kerja keras dan tekun yang menjadi filosofi hidup Dymas, kini telah menorehkan sejarah dalam hidupnya. Bermula dari ide bisnisnya untuk melayani konsumsi kegiatan mahasiswa, lalu usaha Ayam Bakar Ngimbang-nya yang banyak diminati itu mengangkat reputasinya, sampai berinovasi buka usaha ojek motor, semua itu menjadi catatan hidup Dymas dalam berprestasi.

Tak ayal jika seorang Dymas, yang kala itu masih mahasiswa itu, mampu membuat dirinya menjadi wirausaha mandiri. Prestasi yang pernah diraihnya sebagai Runner-upYoung Entrepreneurship Award 2008 dari Bisnis Indonesia, Juara I Lomba Business Plan Kementerian Pemuda dan Olahraga 2008, dan terakhir menjadi pemenang I Wirausaha Muda Mandiri 2009 dari Bank Mandiri

NGIMBANG DIPRIDIKSI AKAN TUMBUH SEBAGAI KOTA BARU






LAMONGAN, kabarbisnis.com: Bermodalkan Rp900 juta dari dana anggaran pembangunan dan belanja
daerah (APBD), Kabupaten Lamongan berhasil membangun rumah sakit (RS) senilai Rp40 miliar.

Bupati Lamongan Masfuk menyatakan RS yang terletak di Kecamatan Ngimbang, wilayah selatan Lamongan tersebut berdiri berkat adanya terobosan kebijakan.

“Pembangunan RS di Ngimbang tidak menggunakan langkah-langkah normatif. Jika hanya mengandalkan APDB Lamongan saja, RS untuk masyarakat di wilayah selatan ini tidak akan pernah bisa terwujud karena Lamongan hanya punya dana sekitar Rp900 juta saja,” jelas Masfuk seperti dikutip kabarbisnis.com dari laman Pemkab Lamongan, Kamis (25/3/10).

Namun dengan langkah yang tidak biasa dan kerja keras, lanjutnya, akhirnya bisa meyakinkan pemerintah pusat. Sehingga terwujudlah RS Ngimbang yang menelan anggaran hingga Rp 40 miliar.

Masfuk menegaskan bahwa selama kepemimpinannya telah banyak yang telah diwujudkan. Termasuk mewujudkan sesuatu yang sebelumnya dianggap mustahil diwujudkan. Namun dia juga tidak memungkiri masih ada yang harus dibenahi.

“Kesuksesan pembangunan tidak bisa dilepaskan dari peran masyarakat dan kerja keras semua aparat pemerintah. Sementara apa yang masih harus dibenahi adalah sesuatu yang manusiawi, “ ujar dia.

Terkait menjelang berakhirnya masa jabatan Masfuk sebagai Bupati Lamongan pada Agustus 2010, dia berpesan agar Kabupaten Lamongan tetap memprioritaskan pembangunan pada empat kebutuhan dasar. Yakni pendidikan, kesehatan, infrastruktur serta mengentas dan memberdayakan masyarakat miskin.

“Jadikan empat dasar ini sebagai pedoman dalam melangkah. Namun yang lebih penting lagi adalah dalam mewujudkan empat dasar ini jangan dengan pikiran normatif dan biasa-biasa saja. Jika itu (langkah normatif) yang dilakukan maka semuanya akan stagnan karena hanya mengandalkan anggaran yang terbatas, “ tegasnya. kbc3

suarasurabaya.net| Ngimbang, wilayah selatan Kabupaten Lamongan diprediksi MASFUK Bupati Lamongan di masa mendatang akan menjadi embrio kota baru. Prediksinya tersebut didasarkan pada mulai pesatnya pembangunan di wilayah yang oleh Pemprov Jatim telah ditetapkan sebagai kawasan Agropolitan.

Dia kemudian menyebut mulai dibangunnya PT Sorini Agro Asia Corporindo dan rampungnya pembangunan Rumah Sakit Ngimbang. Belum lagi rencana berdirinya pabrik gula di kawasan yang sama. PT Sorini sendiri adalah perusahaan besar di bidang kimia pangan yang memproduksi gula dari pati singkong. Kapasitas produksinya mencapai 450 ton jagung pipilan per hari. Jumlah tersebut setara dengan 250 ton pati jagung perharinya.

Sedangkan RS Ngimbang yang pencanangan pembangunannya dilakukan pada Juli 2009 lalu itu dibangun dengan dana mencapai Rp 40 miliar. MASFUK menyebut dibangunnya rumah sakit di Ngimbang bukan semata karena untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di kawasan selatan. Namun juga ada alasan ekonomi disana.

Selama ini ada opportunity cost yang hilang akibat masyarakat kawasan selatan yang lebih memilih berobat di Kabupaten Jombang dan Mojokerto. Dan nilai keekonomian yang hilang ini mencapai Rp 7 hingga Rp 10 miliar.

“Saya terinspirasi pesatnya Kota Gresik dan Madiun yang diawali berdirinya satu industri besar, “ ujar MASFUK seperti dalam rilis Humas Pemkab Lamongan pada suarasurabaya.net, Selasa (23/03).

Dipaparkannya, begitu pabrik PT Petrokimia berdiri, Kota Gresik langsung berkembang pesat hingga sekarang. Sementara melesatnya Kota Madiun diawali dengan berdirinya Pabrik Gula Rejo Agung.

“Kesamaan antara keduanya (Kota Gresik dan Madiun) adalah terjadinya multiplier effect (efek berantai) ekonomi setelah berdiri pabrik besar. Bukan hanya meyediakan lapangan pekerjaan, tapi juga merembet pada tumbuhnya kantong-kantong ekonomi baru. Keadaan sama yang terjadi pada Kota Gresik dan Madiun sangat mungkin akan terjadi di kawasan selatan Lamongan ketika PT Sorini sudah beroperasi nantinya, “ kata dia.

MASFUK juga menyampaikan pendapatnya terkait sejumlah anugerah penghargaan baik yang diadakan oleh pemerintah maupun lembaga independen dimana Lamongan seringkali meraih penghargaan. Sebuah kompetisi untuk meraih penghargaan harus disikapi dengan positif.

Dilanjutkannya, jika suatu kompetisi disikapi dengan positif yang diuntungkan adalah masyarakat, bukan hanya pemerintahnya semata. Karena kompetisi yang disikapi positif itu akan merangsang kreatifitas sehingga memunculkan program-program yang langsung bersentuhan dengan kepentingan masyarakat. Terlebih jika kreatifitas itu telah menjadi kebiasaan para pengambil kebijakan.